PERAN
DAN SUSUNAN KELUARGA
Peranan
keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Sebagai istri
dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu
kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya. Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.
Pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah.
Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah
tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama
dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya
disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan
sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan
lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu
pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi
yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak
di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
PERAN
ORANG TUA DALAM KELUARGA
Jika diperhatikan sungguh kehidupan
keluarga itu tampak tidak satu tetapi kesatuan. Menurut Driarkara SY, kesatuan
ini dapat disebut bhineka tunggal (Pengasuh Majalah Basis, 1980, p.96). Bhineka
tunggal karena dalam kesatuan hidup terlibat saling hubungan antara
ayah-ibu-anak. Oleh karena itu dalam keluarga terjadi strukturalisasi. Dalam
sirukturalisasi akan terjadi deferensiasi kerja. Pembagian tugas dan peran
dalam keluarga mernbawa konsekuensi dan tanggung jawab pada masing-masing peran
itu dalam keluarga.
Seperti telah kita katakan di muka
bahwa dalam keluarga itu terdapat susunan keluarga yang terdiri orang tua dan
anak. Orang tua terdiri dan ayah dan ibu. Bambang Yunawan (1983) menyatakan
bahwa susunan anak dalam keluarga terdiri dan anak sulung, anak tengah, anak
bungsu dan anak tunggal (Singgib D. Gunarsa, Ny. Y, Singgth D. Gunarsa ed,
1983, p. 174). Sedang Agus Suyanto dalam kaitannya anak yang perlu mendapat
perhatian adalah anak tiri, anak tunggal, anak sulung, anak bungsu dan anak
pungut (Agus Suyanto, 1981, p.147).
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa susunan
anak dalam keluarga itu ada kemungkinan hanya ada satu yaitu anak tunggal atau
anak pungut atau anak tiri. Ada susunan anak dalam keluarga itu lebih dari dua.
Maka dalam keluarga itu akan ada susunan anak sulung, anak tengah dan anak
bungsu.
Dalam susunan keluarga yang demikian
inilah yang memungkinkan terjadi defrensiasi dan stratifikasi tugas dalam
keluarga. Sehingga tugas ayah akan berbeda dengan tugas ibu, tugas ayah dan ibu
akan berbeda dengan tugas anak, tugas anak, tugas anak tunggal dan berbeda
dengan tugas anak dalam keluarga yang jumlah anaknya besar. Anak sulung akan
mempunyai tugas yang lain dengan anak bungsu atau anak tengah dan sebagainya.
PERAN AYAH DALAM KELUARGA
Dari tujuan psikologis dan jasmaniah
pria yang kawin lebih menguntungkan. Dari hasil penelitian Jessie Benard
tentang setelah kawin yang dikutip oleh Sikun Pribadi menunjukkan bahwa dilihat
(1) sifat murung dari laki-laki yang kawin sebesar 37% dan yang tidak kawin
50%, (2) gejala-gejala sakit syaraf yang senius laki-laki yang kawin 17% dan
yang tidak kawin 30%, (3) kecemasan laki-laki yang kawin 30% dan laki-laki yang
tidak kawin sebesar 40%, (4) kepastian laki-laki yang kawin 50% dan laki-laki
yang tidak kawin 60%. Dari hasil peneitian ini dapat disimpulkan, dilihat
secara psikis laki-laki yang kawin lebih sedikit yang dilandasi kelainan
psikis.
Dilihat dari gangguan kesehatan
laki-laki yang kawin lebih rendah dari pada laki-laki yang tidak kawin. Makin
tua gangguan kesehatan memang makin tinggi, tetapi persentase gangguan
kesehatan laki-laki yang kawin lebih rendah dani pada laki-laki yang tidak
kawin. Sebagai contoh gangguan kesehatan pada lakai-laki yang kawin 11.7% dan
yang tidak kawin 20.5% pada umur 20 - 29 tahun. Sedang pada umur 50- 59 tahun
laki-laki yang kawin sebesar 25.7% dan laki-laki yang tidak kawin 46.1%.
Perkawinan membawa konsekuensi yang
berupa tanggung jawab yang melekat pada peran ganda seorang ayah. B.
Simanjuntak dan I.I. Pasanibu menyatakan bahwa peran ayah itu adalah (1)
surnber kekuasaan sebagai dasar identifikasi, (2) penghubung dunia luar, (3)
pelindung ancaman dunia luar dan (4) pendidik segi rasional (B. Simanjuntak, II
Pasaribu, 1981, p.110). Sikun Pribadi membagi peran ayah menjadi (1) pemimpin
keluarga, (2) sex poster, (3) pencari nafkah, (4) pendidik anak-anak, (5) tokoh
identifikasi anak, (6) pembantu pengurus rumah tangga.
Dari dua pendapat tersebut ternyata
tidak berbeda dan justru melengkapi. Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga
disebut juga kepala keluarga atau kepala rumah tangga. Oleh karena itu ayah
memegang kekuasaan di dalam keluarga. Ayah berperan sebagai pengendali jalannya
rumah tangga dalam keluaga. Sebagai pemimpin keluarga orang tua wajib mempunyai
pedoman hidup yang mantap, agar jalannya rumah tangga dapat berjalan dengan
lancar menuju tujuan yang telah dicita-citakan. Secara psikologis diketahui
pedoman hidup yang mantap dan kuat merupakan salah satu ciri maskulinitas dalam
suatu “Aku” yang kuat, yang mampu melihat dan menghadapi segala jenis kenyataan
hidup duniawi. Pedoman hidup juga mengimplikasikan adad cita-cita yang luhur,
yang dapat membawa keluarganya kepada kehidupan dunia akhirat. Seorang ayah
sebagai warga negara Indonesia harus menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
luhur Pancacila, serta menanamkan kepada anak anaknya agar anak menjadi warga
negara yang pancasilais.
Ayah sebagai sex partner :
Ayah sebagai sex partner :
Ayah merupakan sex partner yang
Setia bagi istrinya. Sebagai sex partner, seorang ayah harus dapat melaksanakan
peran ini dengan diliputi oleh rasa cinta kasih yang mendalam. Seorang ayah
harus mampu mencintai istrinya dan jangan selalu minta dicintai oleh istrinya.
Ayah sebagai pencari nafkah :
Tugas ayah sebagai pencari nafkah
merupakan tugas yang sangat penting dalam keluarga. Penghasilan yang cukup
dalam keluarga mempunyai dampak yang baik sekali dalam keluarga. Penghasilan
yang kurang cukup menyebabkan kehidupan keluarga yang kurang lancar. Lemah
kuatnya ekonomi tergantung pada penghasilan ayah. Sebab segala segi kehidupan
dalam keluarga perlu biaya untuk sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan
pengobatan. Untuk seorang ayah harus mempunyai pekerjaan yang basilnya dapat
dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Ayah sebagai pendidik :
Peran ayah sebagai pendidik
merupakan peran yang penting. Sebab peran ini menyangkut perkembangan peran dan
pertumbuhan pribadi anak. Ayah sebagai pendidik terutama menyangkut pendidikan
yang bersifat rasional. Pendidikan mulai diperlukan sejak anak umur tiga tahun
ke atas, yaitu saat anak mulai mengembangkan ego dan super egonya. Kekuatan ego
(aku) ini sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan realitas hidup yang
terdiri dari segala jenis persoalan yang harus dipecahkan.
Ayah sebagai tokoh atau modal
identifikasi anak :
Ayah sebagai modal sangat diperlukan
bagi anak-anak untuk identifikasi diri dalam rangka membentuk super ego (aku
ideal) yang kuat. Super ego merupakan fungsi kepribadian yang memberikan pegangan
hidup yang benar, susila dan baik. Oleh karena itu seorang ayah harus memiliki
pribadi yang kuat. Pribadi ayah yang kuat akan memberikan makna bagi
pembentukan pribadi anak. Pribadi anak mulai terbentuk sejak anak itu mencari
“Aku” dirinya. Aku ini akan terbentuk dengan balk jika ayah sebagai model dapat
memberikan kepuasan bagi anak untuk identifikasi diri.
Ayah sebagai pembantu pengurus rumah
tangga :
Pengurusan rumah tangga merupakan
tanggung jawab ibu sebagai istri. Dalam perkembangan lebih lanjut maka ayah
diperlukan sebagai pengelola kerumahtanggaan. Sebab keluarga merupakan lembaga
sosial yang mengelola segala keperluan yang menyangkut banyak segi. Oleh karena
itu ayah sebagai kepala keluarga juga ikut bertanggung jawab dalam jalannya
keluarga sebagai lembaga sosial yang memerankan berbagai fungsi kehidupan
manusia. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ayah mempunyai
banyak peran (berperan ganda). Agar dapat melaksanakan peran ganda ini maka
seorang ayah dituntut untuk bekerja keras, dan berpengetahuan yang memadai.
Pengetahuan ini sangat diperlukan karena persoalan-persoalan kehidupan makin
lama makin sulit dan kompleks.
PERAN
IBU DALAM KELUARGA
Kartini Kartono (1977) menyebutkan
bahwa fungsi wanita dalam keluarga sebagai berikut (1) sebagai istrl dan teman
hidup (2) sebagai partner seksual (3) sebagai pengatur rumah tangga (4) sebagai
ibu dan pendidik anak-anaknya, (5) sebagai makhluk sosial yang ingin
berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial. Sikun Pribadi (1981) menyatakan bahwa
peranan wanita dalam keluarga adalah (1) sebagai istri (.2) sebagai pengurus
rumah tangga (3) sebagai ibu dari anak-anak, (4) sebagai teman hidup dan (5)
sebagai makhluk sosial yang ingin mengadakan hubungan sosial yang intim. Kedua
pendapat tersebut ternyata dapat sama, hanya penempatan urutan dan kombinasi
peran yang brbeda. Nani Suwondo (1981) menyatakan bahwa wanita dalam keluarga
itu mempunyai panca tugas yaitu (1) sebagai istri (2) sebagai ibu pendidik (3)
sebagai ibu pengatur rumah tangga (4) sebagai tenaga kerja (5) sebagai anggota
organisasi masyarakat.
Jika ketiga pendapat tersebu kita
bandingkan maka pendapat Nani Suwondo menambah satu peran wanita sebagai
isteri. Ibu sebagai istri sekaligus sebagai seks partner bagi suami dan juga
sebagai teman hidup bagi suami. Ibu sebagai isteri merupakan pendamping suami,
sebagai sahabat dan kekasih yang bersama-sama membina keluarga sejahtera. Oleh
karena itu di lembaga-lembaga pemerintah di mana suami bekerja maka ia akan
menjadi anggota organisasi yang ada di tempat suami bekerja.
Wanita sebagai ibu pendidik anak dan
pembina generasi muda :
Ibu sebagai pendidik anak
bertanggung jawab agar anak-anak dibekali kekuatan rohani maupun jasmani dalam
menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa
dan bangsa.
Ibu sebagai pengatur rumah tangga :
Ibu pengatur rumah tangga merupakan
tugas yang berat. Sebab seorang ibu harus dapat mengatur segala peraturan rumah
tangga. Oleh karena itu ibu dapat dikatakan sebagai administrator dalam kehidupan
keluarga. Oleh karena itu ibu harus dapat mengatur waktu dan tenaga sescara
bijaksana.
Ibu sebagai tenaga kerja :
Dalam perkembangan sekarang ini
dapat dikatakan baik di desa maupun di kota tampak bahwa ibu juga berperan
sebagai pencari nafkah. Di pasar, di kantor, di persawahan, ibu-ibu ikut
berkerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Istri-istri yang bekerja memang
sangat berat, sebab di samping mengurus keluarga dan mendidik anak masih harus
mencari tambahan penghasilan. Akan tetapi juga banyak justru ibulah yang
berfungsi pencari nafkah. Sebab penghasilan ibu lebih banyak dari penghasilan
ayah. Oleh karena itu jika kedua-duanya bekerja, maka harus ada kesepakatan
yang kuat dan bijaksana sehingga tidak menjadikan keluarga sebagai terminal bis
yang selalu gaduh.
Ibu sebagai makhluk sosial :
Ibu sebagai makhluk sosial tidaklah
cukup berfungsi (1) beranak, (2) bersolek, (3) memasak atau seperti predikat
ibu di Barat ibu hanya mengurusi (1) anak, (2) pakaian, (3) dapur, (4) makanan
saja (Hardjito Notopuro, 1984, p.45). Ibu sebagai makhluk sosial perlu diberi
peran dalam masyarakat dan lembaga-lembaga sosial dan politik. Di desa-desa ibu
berperan aktif dalam PKK, baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus, di
kantor-kantor ia diberi kesempatan untuk mendampingi suami sebagai pengurus
atau anggota Darma Wanita, Darma Pertiwi dan sebagainya. Ibu dengan tugas-tugas
ini akan merasa puas dan banagia, jika semua tugas itu dapat dilaksanakan
sebaik-baiknya.
Fungsi keluarga dalam pembentukan
kepribadian dan mendidik anak di rumah antara lain:
ü Sebagai
pengalaman pertama masa kanak-kanak
ü Menanamkan
dasar pendidikan moral anak
ü Memberikan
dasar pendidikan sosial
ü Meletakan
dasar-dasar pendidikan agama
ü Bertanggung
jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
ü Memberikan kesempatan belajar dengan
mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
kehidupannya kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
ü Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat
dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
ü Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai tujuan
akhir manusia.
Fungsi
keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
ü Orang
tua bekerjasama dengan sekolah
ü Sikap
anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah,
sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang
menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
ü Orang
tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan
pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
ü Orang
tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar di rumah,
membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbimbing anak dalam
belajar.
ü Orang
tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
ü Orang
tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan
mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Untuk dapat
menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas
diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan.
Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua
dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang
tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang
perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola
pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak. Pendampingan orang tua
dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak.
Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap
orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam
mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua
mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang
tepat dalam mendidik anak.
Peran keluarga dalam Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba
Peranan
keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Sebagai istri
dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu
kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarganya. Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
STRUKTUR
(SUSUNAN) KELUARGA
Struktur atau susunan keluarga
terbentuk karena adanya penambahan keluarga.
Mula-mula terbentuk sebuah keluarga inti atau keluarga batih. Jika anak-anak dari
keluarga ini menikah, maka akan terbentuk keluarga-keluarga baru. Hal itu akan
berkembang terus, sehingga akhirnya terbentuk sebuah susunan keluarga yang
menghubungkan dan mengikat keluarga keluarga-keluarga itu. Susunan keluarga ini
dapat disebut pula sebagai kerabat.
Mula-mula terbentuk sebuah keluarga inti atau keluarga batih. Jika anak-anak dari
keluarga ini menikah, maka akan terbentuk keluarga-keluarga baru. Hal itu akan
berkembang terus, sehingga akhirnya terbentuk sebuah susunan keluarga yang
menghubungkan dan mengikat keluarga keluarga-keluarga itu. Susunan keluarga ini
dapat disebut pula sebagai kerabat.
Masyarakat Indonesia mengenal
beberapa sistem kekerabatan atau sistem
susunan keluarga, yaitu : unilateral (patrilineal dan matrilineal); dan double unilateral.
Susunan keluarga dalam bentuk bilateral adalah yang paling banyak diterapkan
oleh suku-suku bangsa di Indonesia dibandingkan yang lainnya. Berikut ini akan kita
jelaskan berbagai susunan keluarga tersebut.
susunan keluarga, yaitu : unilateral (patrilineal dan matrilineal); dan double unilateral.
Susunan keluarga dalam bentuk bilateral adalah yang paling banyak diterapkan
oleh suku-suku bangsa di Indonesia dibandingkan yang lainnya. Berikut ini akan kita
jelaskan berbagai susunan keluarga tersebut.
ü Unilateral, yaitu suatu susunan
keluarga yang menarik garis keturunan dari satu
garis keturunan saja. Ada dua macam susunan keluarga yang seperti ini, yaitu:
garis keturunan saja. Ada dua macam susunan keluarga yang seperti ini, yaitu:
ü Patrilineal
Susunan keluarga patrilineal, yaitu susunan keluarga yang menarik garis
keturunan hanya dari pihak ayah atau pihak laki- laki. Dalam sistem ini anak-anak yang
dilahirkan masuk dalam keluarga pihak ayah. Laki-laki mendapat penghargaan dan
kedudukan yang lebih tinggi dari wanita. Yang mendapat hak waris adalah anggota
kerabat laki-laki dan terutama anak laki-laki. Istri menetap di pihak laki- laki.
Masyarakat yang menganut susunan keluarga seperti ini adalah suku Batak, Nias,
Ambon, Bali, Sumba, dan lain- lain.
Susunan keluarga patrilineal, yaitu susunan keluarga yang menarik garis
keturunan hanya dari pihak ayah atau pihak laki- laki. Dalam sistem ini anak-anak yang
dilahirkan masuk dalam keluarga pihak ayah. Laki-laki mendapat penghargaan dan
kedudukan yang lebih tinggi dari wanita. Yang mendapat hak waris adalah anggota
kerabat laki-laki dan terutama anak laki-laki. Istri menetap di pihak laki- laki.
Masyarakat yang menganut susunan keluarga seperti ini adalah suku Batak, Nias,
Ambon, Bali, Sumba, dan lain- lain.
ü Matrilineal
Matrilineal, yaitu susunan keluarga yang hanya menarik garis keturunan dari
pihak ibu (wanita). Anak-anak termasuk anggota kekerabatan ibu. Suami menetap dipihak kerabat istri. Kaum wanita memperoleh penghargaan dan kedudukan yang lebih
tinggi daripada kaum laki-laki. Hak waris diturunkan kepada anggota kerabat wanita.
Masyarakat yang menganut sistem matrilineal ini adalah suku bangsa Mingkabau
(Sumatra Barat).
Matrilineal, yaitu susunan keluarga yang hanya menarik garis keturunan dari
pihak ibu (wanita). Anak-anak termasuk anggota kekerabatan ibu. Suami menetap dipihak kerabat istri. Kaum wanita memperoleh penghargaan dan kedudukan yang lebih
tinggi daripada kaum laki-laki. Hak waris diturunkan kepada anggota kerabat wanita.
Masyarakat yang menganut sistem matrilineal ini adalah suku bangsa Mingkabau
(Sumatra Barat).
ü Bilateral
Susunan keluarga bilateral atau disebut juga parental adalah susunan keluarga
yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, yaitu pihak ayah dan ibu. Anak anak yang lahir menjadi hak ayah dan ibu. Mereka dalam kerabat ayah maupun kerabat
ibu. Dalam suasana keluarga bilateral ini, tidak ada perbedaan penghargaan dan
kedudukan antara laki-laki dan wanita. Anak-anak mempunyai hak waris dari ibu dan
ayahnya. Masyarakat yang menganut susunan keluarga seperti ini adalah masyarkat
Sunda, Jawa, Kalimantan, dan Sumatera Selatan.
Susunan keluarga bilateral atau disebut juga parental adalah susunan keluarga
yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, yaitu pihak ayah dan ibu. Anak anak yang lahir menjadi hak ayah dan ibu. Mereka dalam kerabat ayah maupun kerabat
ibu. Dalam suasana keluarga bilateral ini, tidak ada perbedaan penghargaan dan
kedudukan antara laki-laki dan wanita. Anak-anak mempunyai hak waris dari ibu dan
ayahnya. Masyarakat yang menganut susunan keluarga seperti ini adalah masyarkat
Sunda, Jawa, Kalimantan, dan Sumatera Selatan.
ü Double unilateral
Double Unilateral, yaitu susunan
keluarga yang menarik garis keturunan dari
keduanya macam susunan kekerabatan sepihak (unilateral). Dengan kata lain, sistem
patrilineal dan matrilineal kedua digunakan pihak ayah dan juga termasuk kekerabatan
ibu. Dalam hal-hal tertentu pihak ayah yang berkuasa, namun dalam hal- hal lain pihak
ibu yang memegang peranan. Suku Kooi di Sumba menganut sistem ini.
keduanya macam susunan kekerabatan sepihak (unilateral). Dengan kata lain, sistem
patrilineal dan matrilineal kedua digunakan pihak ayah dan juga termasuk kekerabatan
ibu. Dalam hal-hal tertentu pihak ayah yang berkuasa, namun dalam hal- hal lain pihak
ibu yang memegang peranan. Suku Kooi di Sumba menganut sistem ini.
Ø http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.
BalasHapus